Minggu, 25 April 2021

Surfing yang Kian Sepi Bagai Mati Suri


Travelingkuy99
- Bali seharusnya menjadi surga para peselancar. Tapi, pandemi virus Corona membuat surga untuk surfing itu sepi tidak bertuan.

Sengatan matahari Bali menyambut tim detikTravel saat Road Trip Java-Bali with IONIQ Electric Hyundai. Rasanya kunjungan ke Bali tak lengkap tanpa 'vitamin sea'.

Kami memilih singgah di Pantai Batu Mejan. Masuk dalam garis pantai Kuta Selatan, Pantai Batu Mejan ada dalam jajaran ombak surfing terbaik Bali.

Saat itu pukul 14.00 WITa, matahari memang sudah bergeser ke arah laut. Tapi, sengatannya masih terasa sampai pori-pori.

Saat tiba di Pantai Batu Mejan, bayangan banyaknya surfer pupus. Yang ada hanyalah kursi-kursi payung kosong.Bar-bar dan kedai makan minum di tepi pantai juga sepi.

Pemilik bar melambai-lambai kepada siapa saja yang lewat di pantai. Kami memutuskan mampir ke Barack Beach Bar.

Inilah warung surfing pertama di Pantai Batu Mejan. Di sana kami berbincang dengan pemilik warung, Ajik Barack mengenai surfing di tengah pandemi ini.

"Dari 2019-2021 ini kelihatan, jauh sekali turunnya. Bahkan, sampai tak ada tamu," ujar Ajik.

Sebelum pandemi, Barack Beach Bar jadi salah satu favorit wisatawan. Jasa kursus surfingnya minimal kedatangan 10-15 orang. Sementara bar miliknya bisa untung 7-10 juta per hari.

Bagai jatuh tertimpa tangga, kini pendapatan bar hanya Rp 300-500 ribu saja per hari. Sementara surfing, bisa sampai nol.

"Banyak yang datang itu ekspat yang tinggal di sini. Biasanya mereka sudah tau surfing, jadi cuma sewa alat saja," dia menjelaskan.

Tarif kursus surfing biasanya Rp 350 per dua jam. Ini sudah termasuk pelatih dan peminjaman alat. Kalau pinjam alatnya saja hanya Rp 60 ribu per papan selancar.

Surfing sendiri kurang populer di kalangan wisatawan domestik. Untuk menarik itu, Ajik menyiapkan diskon untuk wisatawan domestik.

"Kalau wisatawan domestik, harga awal bisa ditawar sampai Rp 300 ribu. Karena kita juga harus bayar pelatihnya sebesar Rp 250 ribu. Sementara sisanya untuk perawatan alat," kata Ajik.

Bagai mati suri, kini Ajik dan pemilik warung lainnya hanya bisa berharap pada wisatawan domestik. Tentu saja, harapan terkait dibukanya perbatasan Internasional juga tak luput dari doa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar